Jumat, 28 Mei 2010

Pemimpin (=Pembina) Pandu



Cara permainan kepanduan yang diberi dan ditetapkan oleh BP terbukti baik sekali hasilnya. Di mana-mana didirikan kepanduan yang minta didaftarkan.
Sekarang BP memerlukan orang-orang yang umurnya lebih tua dari umur pandu-pandu, yang mengetahui arti kepanduan dengan jiwa pemuda, yang dapat ikut serta bermain-main bersama mereka dan terutama yang dapat memimpin. Bukanlah memimpin sebagai seorang opsir atau seorang guru, akan tetapi sebagai kawan mereka yang lebih tua, yang berbadan sehat dan yang berhati muda guna menjau segala sesuatu dari sudut pemuda.

Kesukaran tersebut dipecahkan sendiri oleh pemuda-pemuda itu sendiri. Di sekitarnya mereka terus mencari orang yang bersedia menjadi pemimpin mereka. Oleh BP, pemimpin itu dinamai Scoutmaster (kemudian diubah menjadi Scouter. Ia adalah seorang kakak pandu-pandu itu, tidak terlepas dari mereka dan tidak berada di atas tingkat mereka. ia ikut serta dalam segala latihan dan berpendirian " berat sama dipikull, ringan sama dijinjing" dengan mereka semua. Hidup matinya, tegak jatuhnya suatu kelompok atau pasukan tergantung dari pemimpinnya. Ia yakin bahwa bilangan pemimpin itu tidak banyak.

Dalam kepanduan banyak sekali lapang peerjaan bagi laki-laki dan perempuan yang ingin berbakti kepada tanah airnya dengan ikut mendidik pemuda-pemuda menjadi warganegara yang berharga.

Apabila pada waktu itu tidak segera dibentuk suatu badan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan yang menjalankan cita-cita BP maka dengan sendirinya cita-cita itu tidak dapat dilaksanakan. Mereka yang menyingsingkan lengan baju dan menceburkan diri dalam pimpinan kepanduan itu bukan saja bangsawan-bangsawan, tetapi juga orang-orang dari segala lapisan masyarakat berduyun-duyun mendaftarkan diri.

Tentu ada di antara mereka itu ada yang kecewa, tidak dapat memenuhi syarat-syarat. Mereka yang masuk ke kepanduan itu hanya untuk mengharap keuntungan atau untuk kepentingan sendiri saja, tak dapat tinggal lama dalam kepanduan dan akan keluar dengan sendirinya. Mereka merasa, bahwa menjadi pemimpin pandu itu berarti mengorbankan kepentingan sendiri, mengorbankan waktu dan sering pula uang, hasilnya sebagai terimakasih hanya perasaan puas, karena telah melakukan sesuatu dengan tidak usah membayar.

lahir dan batin kepanduan itu penuh dengan jiwa ksatria yang sehat, yang sebetulnya hasil kehidupan BP sendiri. Melihat ke sekitarnya dan disamakan dengan kehidupan sendiri waktu ia muda, BP mempelajari segala kekurangan yang diderita pemuda-pemuda. Pemuda-pemuda itu kekurangan bimbingan agama. Sebagian besar di antara mereka perhatiannya tertarik oleh gambar hidup (bioskop) dan kelakuan yang tidak baik saja.

Reaksi buku Aids to scouting telah memeperlihatkan bagaimana disukainya latihan-latihan yang mempertajam pancaindera mereka yang telah agak tumpul itu. Perhatian pemuda dapat tertarik, bilamana dalam latihan-latihan dan cerita-cerita itu digambarkan hidup dan sifat kelana-kelana hutan dan perintis-perintis jalan. Hidup dan sifat orang-orang tersebut tadi dapat dikatakan menjadi dasar sifat-sifat, janji, uniform, permainan dan latihan pandu. Mereka yang mengerti akan hal itu dan dapat menjalankannya, niscaya akan menjadi pemimpin yang sanggup mendidik pemuda-pemuda menjadi pandu yang cakap.

Di kalangan bangsa Zulu, Swazi, matabele dan lain-lain suku, tiap pemuda diuji keras sebelum diakui dan diterima sebagai laki-laki dalam suku itu. Di kalangan bangsa Zulu misalnya, pemuda itu digosok dengan bismuth (timah kaca) yang baru akan hilang bilamana lampau sebulan. Pemuda itu dipersenjatai sebilah tombak pendek, kemudian dikirim ke dalam hutan dengan diberitahu sebelum bismuth pada tubuhnya hilang sama sekali, ia tidak boleh terlihat orang, jika terlihat orang, niscaya ia dibunuh mati.

Pemuda itu terpaksa hidup menjauhi masyarakat. Hanya dengan tombaknya saja, ia harus mencari dan menangkap mangsanya untuk makanan sehari-hari, membuat api dengan alat-alat yang serba sederhana.

Apabila seluruh tubuhnya telah bersih sama sekali dari bismuth, barulah ia boleh pulang ke sukunya. Dengan itu, ia telah membuktikan kepada sukunya bahwa ia telah memperoleh sifat percaya pada diri sendiri, sifat sabar, sifat tahan uji dan sifat berani, semua adalah sayarat untuk dapat diterima sebagai laki-laki dalam sukunya.

BP beranggapan bahwa sifat-sifat tersebut diinginkan pula oleh semua pandu. BP mengetahui pula bahwa sifat-sifat itu dapat dikembangkan dengan hidup berkemah, mempelajari kekayaan alam dan latihan sebagai seorang perintis. Cara hidup demikian lepas dari suasana kota, penuh kesempatan untuk mengikuti tapak, membuat apai dan memasak sendiri, menarik perhatian pemuda-pemuda.

Seorang pemuda yang sanggup berkemah sendiri, tentulah akan dapat mengambil tempat yang pantas dalam masyarakat.

Segerombolan pemuda, dipimpin oleh salah seorang di antara mereka, merupakan suatu kesatuan, baik dalam melakukan kejahatan maupun dalam melakukan kebaikan. Semangat mereka harus dialirkan dalam saluran yang menuju kebajikan itu. Di situ dididik pertanggungjawab perseorangan dan juga esprit de coprps segenap regu.
Yang dilihat oleh orang luar sebagai tongkat biasa, ransel biasa atau tenda biasa, benda-benda itu untuk seorang pandu banyak sekali artinya. Tongkat pandu yang misalnya penuh takang takik tanda-tanda perkemahan dan tanda-tanda peringatan dapat dilihat sebagai satu perlambang.


Sumber :
Goemilar, (1953) Riwayat BP, Bandung : S King.
Dengan adaptasi oleh Hendro Prakoso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar